Bogor – Humas: Rapat Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup telah dilaksanakan pada Senin, 5 September 2022. Rapat diselenggarakan dengan metode hybrid, baik daring maupun luring yang bertempat di Royal Tulip Gunung Geulis Resort and Golf, Bogor, Jawa Barat. Acara ini dipimpin oleh Ketua Kamar Pembinaan/Ketua Kelompok Kerja Lingkungan Hidup Nasional (Pokja LHN) Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M., dan dihadiri oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H, Ketua Kamar Perdata I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., serta para Bapak/Ibu Anggota Pokja LHN Mahkamah Agung RI.
Peserta dari konsultasi publik ini mencakup berbagai kalangan, mulai dari perwakilan kementerian, institusi, dan lembaga negara, akademisi dari berbagai universitas, organisasi profesi advokat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga para pelaku usaha.
Rapat Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup ini diawali dengan pembukaan dan sambutan dari Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H.. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa pedoman mengadili perkara lingkungan hidup dibutuhkan agar penanganan perkara di pengadilan dapat menunjang pembangunan berkelanjutan.
Selanjutnya, Ketua Pokja LHN Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M. menjelaskan bahwa penyusunan Peraturan Mahkamah Agung ini menjadi penting dalam rangka merespon perkembangan regulasi dan kompleksitas penanganan kasus lingkungan hidup di lapangan. Atas dasar kewenangannya, Mahkamah Agung perlu mengintegrasikan berbagai aturan kebijakan tentang penanganan perkara lingkungan hidup untuk mewujudkan keterpaduan, kejelasan dan efisiensi pengaturan, serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan
Adapun ruang lingkup dari Rancangan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup mencakup hak gugat, obyek sengketa dan tuntutan, tahap pembuktian yang mencakup kebutuhan adanya bukti ilmiah, pelaksanaan putusan (eksekusi), penerapan pertanggungjawaban mutlak (strict liability), mediasi dalam perkara lingkungan hidup, rencana pemulihan, putusan provisi dan serta merta, pertanggungjawaban tindak pidana korporasi, dan juga perlindungan terhadap hak-hak pejuang lingkungan hidup.
Sebagaimana turut disampaikan oleh Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M., rapat konsultasi publik ini penting untuk dipenuhi agar terhimpun berbagai masukan dari berbagai pihak atas rancangan peraturan tersebut. Maka dari itu, dalam rapat konsultasi publik peserta dipersilahkan untuk memberikan masukan maupun pertanyaan atas rancangan peraturan Mahkamah Agung tersebut. Pertanyaan tersebut kemudian secara langsung direspon oleh hakim agung dan hakim anggota Pokja LHN Mahkamah Agung RI dari setiap kamar peradilan.
Pertanyaan terkait penanganan perkara tata usaha negara lingkungan hidup dijawab oleh Dr.H.Yodi Martono W, SH.,MH, Hj. Lulik Tri Cahyaningrum, S.H., M.H., dan Dr. H. Hari Sugiharto, S.H., M.H. Dari kamar perdata, pertanyaan yang muncul dijawab oleh Dr. Hamdi, S.H., M.Hum., Dr. Nani Indrawati, S.H., M.Hum., Dr. Lucas Prakoso, S.H., M.Hum., dan Sugeng Riyono, S.H., M.Hum. Selanjutnya dari kamar pidana, turut hadir Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H., Prof. Dr. Suryajaya, S.H., M.H., Dr. H. Eddy Army, S.H., M.H., serta Dr. Andriani Nurdin, S.H., M.H.
Rapat konsultasi publik berlangsung dengan lancar dan tertib. Berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peserta turut mewarnai proses rapat dan diskusi, mulai dari pertanyaan atas pasal terkait pertentangan alat bukti ilmiah, konsep pertanggungjawaban mutlak (strict liability), hingga pasal terkait eksekusi pemulihan lingkungan hidup. Selanjutnya, setiap masukan dari Kementerian, Lembaga, dan masyarakat sipil disimak dan dijawab dengan baik dan cermat, untuk kemudian dipertimbangkan dalam pembaruan naskah rancangan peraturan Mahkamah Agung tersebut. Pada proses selanjutnya, rancangan peraturan mahkamah agung yang telah diperbaharui dengan mempertimbangkan masukan masyarakat akan dibahas dalam Rapat Pimpinan Mahkamah Agung sebelum akhirnya disahkan sesuai prosedur yang berlaku. (Humas)